Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2019-2024, Haru Suandharu, menyoroti beragam permalasahan di Jawa Barat yang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Jabar ini mengatakan, PR itu dari Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka, transportasi, hingga lapangan pekerjaan.
Haru menyampaikan, bila belum teralisasi dapat menggunakan cara kegiatan tahun jamak (multiyears) untuk merampungkan TPPAS Legok Nangka
“Kemarin ngutang Rp 4 triliun bisa, DPRD tidak pernah mendorong hal seperti itu karena kebijakan eksekutif,” ujarnya.
Dia mengatakan, anggaran dengan nominal tersebut bila dialokasikan untuk Legok Nangka, maka akan rampung.
“Tidak usah menunggu dari pemerintah pusat, KPBU itu beli dengan menggunakan kartu kredit ini enak pas belinya, yang enggak enak pas bayarnya. Itu contohnya,” ujarnya.
Menurutnya, sikap gubernur penting mengambil kebijakan yang tepat di samping anggota DPRD berjumlah 120 orang yang memberikan aspirasi berbeda-beda. Terutama pada catatan yang menjadi PR besar di Jawa Barat.
“Sari Mukti itu sudah overload hingga 700 persen. Bila kemarin rencananya 2026 (Legok Nangka) rampung bisa saja baru dijalankan di tahun tersebut,” kata Haru.
Bila tidak ada penyikapan serius, kata Haru, akan menimbulkan masalah kembali.
“Harus ketat, menurut saya, karena tendernya sudah menang. Bila tidak selesai dapat digunakan multiyears,” ujarnya.
Dia pun meminta semua yang punya kepentingan untuk sama-sama bekerja dan bekerja sama.
“Kepala daerah harus sama-sama punya visi-misi, empat kota/kabupaten Bandung Barat, Bandung, Cimahi maupun pemerintah provinsi harus berkomitmen menyelesaikan permasalahan sampah,” katanya.
Tak hanya masalah TPPAS yang disoroti Haru, masalah transportasi pun dinilai berat lantaran alokasi anggaran untuk terintegrasi transportasi umum yang memadai terbilang mahal.
“Saya pernah diskusi dengan kawan mantan dosen teknik sipil di ITB, beliau menyampaikan bila ingin Bandung beres masalah transportasi, dia menyampaikan harus punya Rp 80 triliun. Sementara APBD cuma Rp 7 triliun,” ujarnya.
Anggaran tersebut baru diprediksi untuk satu wilayah kokab (kota/kabupaten), belum lagi satu provinsi.
Hematnya, kota dan kabupaten di wilayah Jabar harus berimbang dan merata pertumbuhannya.
“Salah satu permasalahan kita itu egosektoral. Provinsi merasa ini tugas kota, tapi daerah merasa tidak mampu. Harusnya dua-duanya ambil peran dan menjadi tugas bersama,” jelasnya.
“Transportasi juga sama, ini kan persoalan urbanisasi, kemudian masyarakat tinggalnya di kabupaten tapi kerjanya di kota begitupun sebaliknya,” katanya.
Alhasil kawasan jalan raya selalu macet pagi dan sore.
“Di Jabar kapan bikin jalan baru? Yang ada juga memperbaiki jalan dan rata-rata pemeliharaan,” tuturnya.
Dia menilai, cita-cita masyarakat setelah memiliki hunian adalah membeli kendaraan roda empat.
“Akhirnya orang ingin punya mobil, satu rumah bisa aja mobilnya tiga. Nanti akhirnya yang akan terjadi bencana planologi, semuanya ke luar rumah tapi tidak maju karena macet,” ujarnya.
Haru pun mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik.
Kendati demikian, hal tersebut masih menjadi catatan besar untuk menghindari mafia transportasi, pebisnis kendaraan.
“Misalnya usia kendaraan sudah sekian tahun dibatasi nanti jadi pro kontra, tidak punya garasi tidak diizinkan membeli mobil pun serupa dan kebijakan lainnya untuk menyiasati jalan yang sempit,” ucapnya.
Dia mengatakan, integrasi jalanan raya maupun transportasi yang baik, dapat merujuk ke Singapora. Ketatnya tata kelola dan kebijakan mendorong Negeri Singa mendatangkan banyak wisatawan dengan daya tarik transportasinya.
“Transportasi itu seperti sampah, tidak bisa satu pendekatan. Tidak bisa egosektoral dengan terintergrasinya transportasi umum mengurangi beban jalan raya,” tuturnya.
Selain transportasi, Haru menyoroti masalah pengangguran yang meningkat. Dia tak menampik, tingginya angka pengangguran imbas dari pandemi Covid-19.
Seiring dengan itu harus ditingkatkan kompetensi angkatan kerja. Jangan sampai, dikatakannya, bonus demografi tidak menyerap dengan kebutuhan saat ini.
“Tidak ada link and match, sekarang didorong sertifikasi keahlian untuk siap kerja. Pemerintah harus hadir, jangan hanya seminar harus latihan bersertifikasi,” kata Haru.
Selanjutnya, program pemerintah tidak sekadar padat modal, namun didorong padat karya.
“Agar yang pengangguran siap kerja dan harus disiapkan oleh pemerintah dengan skala prioritas,” tuturnya.
Guna menjawab berbagai persoalan di Jawa Barat, Haru menuturkan Jabar membutuhkan sosok pemimpin yang memunculkan perubahan.
“Kita butuh pemimpin di tingkat kota, kabupaten, provinsi. Berharap muncul pemimpin yang bisa mengatasi masalah, transformatif bisa memunculkan perubahan. Bukan yang pemimpin cita rasa artis, bintang film dapat penghargaan, tapi masalah tidak beres,” paparnya.
Masyarakat, kata Haru, rata-rata memilih bukan karena rasional melainkan emosional.
Sehingga peran partai politik, penyelenggara pemerintahan, penyelenggara Pemilu penting melahirkan pemimpin yang bisa mengatasi masalah di semua lini dan harus bisa berkolaborasi.
“Ini residu demokrasi, salah satunya memberikan pilihan kepada masyarakat dan masyarakat bisa mengalihkan perhatiannya. Jadi seperti memilih artis favorit, bukan pemimpin,” ungkapnya.
Haru menambahkan, masa estafet kepimpinan di Jabar akan memasuki babak baru. Saat ini Pemprov Jabar dan DPRD tengah menyiapkan Rencana Pemerintah Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
“Saya sering sampaikan wajah Jabar adalah lukisan bersama. Mau apa wajahnya, cerah, segar? Mari kita kawal RPJPD, silakan berikan masukan,” ucapnya.
Pemerintah telah merampungkan draf visi misi, program prioritas yang bisa ditanggapi oleh masyarakat.
“Saya pun menyampaikan terima kasih kepada warga, khususnya Kota Bandung-Cimahi mohon maaf dalam periode kepengurusan yang berlangsung, mungkin belum bisa melakukan banyak hal,” kata Haru.
Dia pun mengingatkan, menjelang Pilkada 2024 pada 27 November, masyarakat dapat memilih pemimpin sesuai dengan kapabilitas.
“Semoga kita sehat dan panjang umur, sehingga bisa memilih pemimpin yang saran saya mempunyai visi misi, mampu menyelesaikan permasalahan dan nyaah ka rakyat,” tuturnya.
“Kurangi memilih pemimpin lantaran mirip artis atau yang senang pencitraan, tapi pilih yang memiliki substansi dan gagasan terhadap persoalan yang ada,” ucapnya. (*)
Sumber : jabar.tribunnews.com
Leave a comment