Unjuk rasa ribuan driver ojek online di Gedung Sate Bandung kemarin menuntut penyesuaian tarif.
Pasalnya, keputusan Menteri Perhubungan No.564/2022 tentang batas tarif ojek online dirasa merugikan para driver dengan memberikan banyak potongan yang tidak tanpa memberikan kompensasi pembayaran bagi driver.
“Perlu juga di dorong kepada pemerintah pusat agar ada regulasi untuk melindungi para pekerja dalam hal ini pengendara, agar hak-haknya bisa dilindungi, termasuk ketaatan aplikator dalam menjalankan penyesuaian tarif seperti yang sudah di atur dalam aturan Permenhub,” ujarnya, Rabu (26/6/2024).
Dia menyebut, cara yang bisa dilakukan, dengan membuat aturan yang menjadikan pengemudi memiliki hubungan industrial dengan pihak aplikator.
Nantinya, pengemudi ojek online ini memiliki daya tawar sehingga posisioning pengemudi tidak lemah.
“Karena sifatnya lepas (pengemudi), perlu dipertimbangkan ada hubungan industrial antara para pengendara dan aplikator,” kata Haru.
Kendati demikian, hal tersebut hanya bisa terwujud jika Pemerintah di tingkat daerah bersama DPRD-nya menengahi, sehingga titik temu antara pengemudi dan pihak aplikator bisa terjadi serta pengawasan dalam pelaksanaan regulasinya pun dilakukan.
“Tampaknya perlu ditengahi oleh Pemerintah Provinsi dan DPRD. Agar bisa dicarikan titik temu antara pengendara, aplikator dan pemerintah, setelah itu pemerintah juga harus mengawasi apakah kedua belah pihak ini menjalankan regulasi yang telah di sepakati atau tidak,” imbuh Haru. (*)
Sumber : jabar.tribunnews.com
Leave a comment