Gagasan Kota Kreatif Dunia untuk Bandung
Oleh: Kang Haru Suandharu
Bapak Ibu semua, perkenankan saya menjelaskan gagasan untuk Kota Bandung, kota yang kita cintai ini. Kota tempat kita dilahirkan, tumbuh dan besar, bersekolah, hingga mendapat rezeki dan berkeluarga.
Kota yang bukan hanya tempat tinggal, melainkan juga banyak perjuangan, pengorbanan, ikhtiar, dan juga cinta di setiap upayanya.
Maka, untuk merawat kota yang kita cintai ini, butuh semangat dan gagasan yang tidak biasa. Gagasan yang saya tawarkan adalah Bandung Kota Kreatif Dunia. Apa yang saya gagas tentu bukan klaim personal, melainkan Bandung memang sudah dinobatkan sebagai salah satu kota kreatif dunia oleh Unesco sejak tahun 2015.
Apa yang saya resonansikan sebagai gagasan adalah upaya menggerakkan, mengembangkan, dan mewujudkan Bandung sebagai kota kreatif dunia.
Tentu menjadi pertanyaan banyak pihak: akan meningkatkan Bandung menjadi kota kreatif dunia, kreatifnya seperti apa?
Pertama, MAJU. Kreatif yang maju. Konkretnya, kami akan dorong event-event kreatif diselenggarakan di Bandung. Tidak hanya event lokal, tetapi juga event nasional dan internasional.
Dengan begitu, event-event tersebut akan mengaktivasi sirkulasi ekonomi masyarakat. Itulah esensinya. Sehingga kreativitas yang ada tidak hanya bersifat estetik, tetapi juga bernilai ekonomi.
Selain itu, kita paham bahwa Bandung memiliki persoalan pada transportasi publik. Jika kita berkomitmen akan menghidupkan event-event, maka hal tersebut harus diiringi dengan ketersediaan transportasi publik yang memadai.
Event-event kreatif akan menghadirkan crowd, banyak tamu yang akan hadir ke Bandung, baik wisatawan lokal ataupun internasional. Maka, untuk membuat kota ini lebih nyaman, kita harus menyediakan transportasi publik yang terpadu.
Sehingga, harapannya, kemacetan bisa terurai. Event kreatif jalan, transportasi publik pun nyaman dan aman digunakan.
Kedua, AGAMIS. Kota kreatif yang maju harus diimbangi dengan religiusitas warganya. Sehingga lengkap: kotanya maju dan nyaman, warganya ramah dan religius. Pembangunan kota dijalankan, warga sebagai penghuninya pun berkeadaban.
Program Maghrib Mengaji akan kami lanjutkan sebagai upaya merawat kondisi rohani masyarakat. Selain itu, akan ada pula insentif bagi para guru ngaji. Hal ini kita lakukan sebagai penghormatan dan apresiasi terhadap ilmu dan pengabdian para guru ngaji.
Kota dibangun dengan aktivitas manusia melalui event-event serta sirkulasi transportasi yang memadai; dan manusianya dibangun melalui kegiatan rohaniah seperti mengaji. Maju kotanya, religius warganya.
Ketiga, SEJAHTERA. Penopang dari nilai “maju” dan “agamis” adalah kesejahteraan. Kemajuan mustahil terjadi tanpa ada kesejahteraan. Percuma kita mengaktifkan event-event besar, tetapi tidak memastikan kesejahteraan para pelaku ekonomi dan warga di dalamnya.
Begitu juga dengan aktivitas rohani seperti mengaji. Selain menghidupkan rohani, kita juga perlu membuat para pengajar hatinya aman dan nyaman dengan insentif yang cukup.
Bila kita melihat survei masyarakat Bandung, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah ekonomi dan kesejahteraan. Di dalamnya, jika dibedah, salah satunya adalah tentang ketersediaan lapangan kerja.
Hal ini selaras dengan spirit pertama: maju. Kita majukan Bandung melalui penyelenggaraan event-vent kreatif. Hal tersebut secara otomatis akan menstimulus dan menyuntik perekonomian kota.
Tentu, akan banyak peluang kerja yang muncul seiring dengan meningkatnya pesanan dari penyelenggara event. Kita bisa saja fokus pada upaya preventif dengan menyediakan pelatihan-pelatihan kerja, tetapi itu tidak menyelesaikan persoalan secara menyeluruh.
Pelatihan kerja harus juga didukung dengan ketersediaan kebutuhan pasar. Apabila terus diadakan pelatihan, tetapi pasarnya tidak siap untuk menerima keterampilan, bagaimana jadinya?
Sehingga, kita akan melakukan dua upaya: satu, pelatihan keterampilan terus jalan; dua, kita mendorong agar aktivitas ekonomi terus berputar. Dengan kata lain, kita berusaha menciptakan pasar bagi tenaga kerja.
Keempat, KEBERLANJUTAN. Hal ini berkaitan dengan lingkungan. Bandung itu memiliki 1.500 RW, dan 382 di antaranya sudah menjadi kawasan bebas sampah (KBS). Bila KBS tersebut dilakukan pada seluruh RW, maka hasilnya akan sangat signifikan bagi kebersihan kota.
Kebersihan Bandung tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah kota, tetapi perlu berkolaborasi dengan warga di tingkat RW. Kita dorong kolaborasi tersebut, sehingga kebersihan kota sudah dilakukan secara sadar di tingkat RW.
Dulu kita sering mendengar petuah, “Buanglah sampah pada tempatnya.” Tentu, itu benar, tetapi dalam konteks kekinian, hal itu tidak cukup. Lebih dari itu, kita perlu mengelola sampah. Jadi, bukan hanya membuang sampah pada tempatnya, tetapi yang lebih penting adalah mengelolanya.
Ada istilah integrated farming; sistem pertanian terintegrasi antara perkebunan dengan peternakan. Hal ini bisa dilakukan di level RW, sudah banyak RW di Bandung yang melakukannya.
Contohnya adalah pengolahan sampah organik menjadi maggot. Setelahnya, maggot tersebut bisa menjadi pakan ternak. Itulah mengapa disebut “integratif”. Ada perputaran aktivitas yang bermuara pada hasil yang bermanfaat. Sehingga sampah bisa diurai dan dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup ekosistem lingkungan.
Begitu, Bapak Ibu. Bandung Kota Kreatif yang Maju, Agamis, Sejahtera, dan Berlanjutan. Bismillah.
Kang Haru Suandharu
Calon Walikota Bandung 2025-2030
Leave a comment